Langsung ke konten utama

Pendakian Gunung Merbabu - Motoran Rame-Rame ke Merbabu


Tahun 2015 bisa dibilang adalah tahunnya Cemara Miring. Karena pada 2015—terutama awal 2015, kawan-kawan Cemara Miring yang mulai cukup banyak jumlahnya, lumayan sering melakukan pertemuan untuk sekedar menjalin komunikasi antar satu sama lain. Dan pada pertengahan 2015 (bulan April), untuk pertama kalinya Cemara Miring mengadakan ‘pendakian masal’. Motoran Rame – Rame ke Merbabu, adalah ‘pendakian masal’ pertama dengan membawa nama Cemara Miring.


Berbekal pengalaman pernah mendaki ke gunung Merbabu sampai Pos bayangan 2 dan terkena badai pada tahun 2013—Andre, Boncu, Appe, Aan, dan Oki mengajak kawan-kawan yang lain untuk sekali lagi merasakan jalur pendakian gunung Merbabu via Cunthel. Rame-rame mereka membawa 11 orang lainya untuk melakukan pendakian ke gunung Merbabu.

Pada pendakian gunung Merbabu kali ini, kami tidak menggunakan transportasi umum, melainkan menggunakan sepeda motor. Boncu, Appe, Aan, Oki, Ngek, Dwi, Ali, Erfan, Ita, Sri, Ana, Henik, Alda, Bang Yut, dan Candra berangkat bersama-sama dari Purwodadi, Jawa Tengah. Sedangkan Andre, berangkat dari Jakarta dan bertemu di Salatiga. Selain kami ber-16, ada teman kami yang lain—yang di hari yang sama ingin mendaki gunung Merbabu juga. Mereka adalah Mas Kris, Kebling dan Kepet. Bedanya, mereka mendaki melalui jalur pendakian Thekelan.

Gunung Merbabu sendiri memiliki 4 jalur pendakian kala itu. Thekelan, Cunthel, Wekas, dan Selo adalah jalur pendakian gunung Merbabu yang resmi atau di bawah pengawasan/pengelolaan Balai Taman Nasional Gunung Merbabu. Jalur pendakian Suwanting masih dianggap ilegal pada waktu itu. Tapi sekarang jalur pendakian Swanting telah resmi di bawah pengawasan/pengelolaan Balai Taman Nasional Gunung Merbabu.

Kembali lagi ke cerita petualangan kami.
Setelah kurang lebih pukul 11.30 kami tiba di basecamp Manggala (basecamp pendakian jalur Cunthel). Kawan-kawan kami menyempatkan untuk sholat Jum’at lebih dulu—karena kebetulan kami mendaki di hari Jum’at. Sembari menunggu kawan-kawan kami yang sholat Jum’at, kami membeli makan di warung Pak Tono yang terletak di seberang basecamp, untuk mengisi perut kami sebelum memulai pendakian. Namun tatkala makanan kami baru tiba di basecamp dan kawan-kawan muslim baru keluar dari masjid, mendung abu-abu yang sedari tadi menghiasi langit, berubah menjadi hujan. Kami pun makan sembari menunggu hujan yang lumayan lebat itu reda.

Setelah menunggu cukup lama, kami memulai pendakian tatkala rintik hujan sudah tidak selebat tadi—kurang lebih pukul 14.30. Kami memulai pendakian ditemani gerimis. Jas hujan sudah mulai kami pakai saat kami baru keluar dari basecamp.

Perlahan, kami berjalan naik. Semuanya terlihat tidak ada masalah. Namun warna langit nampaknya mulai tidak bersahabat kembali. Tetapi ketika kami tiba di Pos Bayangan 1, rintik hujan sudah tidak kami rasakan. Dan kami sejenak melepas jas hujan dan meletakan tas kami untuk beristirahan. Tidak lama, kami kembali berjalan. Dan belum lama juga meninggalkan Pos Bayangan 1, hujan kembali turun. Hujan kali ini lebih lebat dari sebelumnya. Jalur pendakian bak aliran sungai dengan air yang sangat deras. Alhasil trek menjadi sangat licin—sangat-sangat licin.

Cuaca buruk ini mengingatkan kami pada pendakian tahun 2013 di gunung yang sama. Dan kali ini cukup banyak kawan-kawan yang baru pertama kali melakukan pendakian. Dan ditengah cuaca yang kurang bersahabat ini, ditambah jalur pendakian dipersulit oleh guyuran hujan, Ana dan Ita mengalami sedikit masalah untuk terus melangkah. Kemudian Appe dan Erfan memutuskan untuk membawa tas mereka berdua.

Dan karena ada kawan kami yang kurang memungkinkan untuk terus berjalan ditengah cuaca yang buruk, Andre, Oki, Dwi, Bang Yut dan Aan berjalan lebih dulu untuk mencari tempat yang dapat kami gunakan untuk mendirikan tenda. Setidaknya untuk menunggu hujan reda.

Dan akhirnya ketika Ana, Ita, Candra, Erfan, Boncu dan Appe yang berada di barisan paling belakang tiba di Pos Bayangan 2, sudah ada tenda 2 tenda kami yang berdiri. Kami pun langsung memberikan pertolongan pertama kepada Ana dan Ita. Kami cukup lama berada di Pos Bayangan 2. Karena cuaca buruk belum juga pergi.

Di tengah candaan kami, kami mendengar suara orang menggigil dari luar tenda. Kemudian Ngek pun memastikan untuk melihat keluar tenda. Dan ternyata ada seseorang dengan flysheet yang dipasang seadaanya, dalam kondisi menggigil hebat. Kami pun segera membawa dia kedalam tenda kami dan memberi pertolongan. Kami melepas pakaiannya yang bahas karena hujan dan membasuhnya dengan air mendidih. Namun ia masih kedinginan dan menggigil. Kami pun memanggang tangan dan badannya dengan api secara langsung. Kami cukup panik kala itu. Karena kami yang sebenarnya minim pengalaman mendaki gunung, apalagi pengetahuan untuk mengatasi gejala hipotermia. Kami hanya mengandalkan insting manusia kami. Setelah kami hangatkan, ia pun sudah membaik dan dapat bercerita kepada kami.

Ternyata lelaki yang sampai sekarang kami panggil Ranger itu, tertinggal oleh rombongannya ketika hujan sedang lebat-lebatnya tadi. Kakinya tergelincir dan kesleo saat berjalan menuju ke Pos Bayangan 2. Dan ia memutuskan untuk berteduh menggunakan flysheet yang ia bawa. Karena ia sungkan untuk bergabung di dalam tenda kami. Belum selesai ia bercerita, terdengar suara rombongan yang memanggil nama seseorang. Ternyata itu adalah rombongan dari Ranger. Kami pun ikut keluar tenda bersama Ranger, kala hujan sudah tidak begitu deras. Ranger sangat berterima kasih kepada kami. Dan kami pun menjelaskan keadaan Ranger kepada rombongannya, dan kemudian Ranger dan rombongan memutuskan untuk tidak melanjutkan pendakian, dan turun ke basecamp. Sebelum Ranger turun, ia memberikan logistiknya (1 pack sosis dan beberapa mie instan) kepada kami.

Hari sudah mulai gelap, dan hujan belum juga reda. Setelah kurang lebih pukul 9 malam, baru lah hujan sepenuhnya reda. Dan kami semua setuju untuk melanjutkan pendakian—paling tidak hingga di Pos 3. Malam itu hujang memang sudah reda, namun udara dingin dan angin yang cukup kencang cukup membuat kami kedinginan kala membongkar tenda.

Nampaknya kondisi Ana dan Ita tidak jauh lebih baik dari sore tadi. Mereka berdua masih mengalami sakit pada bagian lutut (Ana) dan bagian pergelangan kaki (Ita). Di tengah perjalanan menuju Pos 1 kami terpecah menjadi dua. Kebetulan malam itu tidak ada pendaki lain yang berjalan selain rombongan kami. Aan, Oki, Sri, Henik, Dwi, Alda dan Ali berjalan terlalu cepat dan meninggalkan Bang Yut, Candra, Andre, Ngek, Erfan, Ana, Ita, Boncu dan Appe di belakang. Ana dan Ita nampaknya semakin parah kondisinya. Sebelum kami sampai di Pos 1, Ana dan Ita kembali terhenti cukup lama. Sedangkan teman-teman yang ada di depan sudah tidak menjawab ketika kami panggil. Dan karena itu, Bang Yut dan Candra (yang kondisi fisiknya masih prima) berjalan lebih dulu untuk mengejar teman-teman yang sudah berada di depan, untuk memberitahu kondisi Ana dan Ita yang masih tertinggal di belakang. Dengan harapan mereka dapat mendirikan tenda terlebih dahulu dan menunggu teman-teman di belakang.

Namun ketika Ana, Ita, Erfan, Ngek, Andre, Boncu, dan Appe tiba di Pos 1, tidak ada tanda-tanda teman-teman Cemara Miring disana. Mereka kembali berhenti di Pos 1. Karena kondisi Ana dan terlebih Ita semakin tidak memungkinkan untuk terus berjalan. Karena terlalu lama berhenti di Pos 1 (kala itu pukul 11.30 kurang lebih) Ita dan Boncu kedinginan. Kami pun menyalakan kompor. Saat kami berkumpul mengelilingi kompor untuk menghangatkan diri, tiba-tiba Ita muntah. Kami pikir, kami harus secepatnya bertemu dengan kawan-kawan kami yang lain, dan beristirahat.

Di tengah malam, kami terus memaksakan Ana dan Ita untuk terus berjalan. Saat kami berjalan, kami selalu memanggil-manggil nama teman-teman kami yang sudah lebih dulu berada di depan. Belum kami tiba di Pos 2, rintik hujan kembali kami rasakan. Dan kami memutuskan untuk mendirikan tenda ketika ada tempat yang dapat kami gunakan. Tidak begitu jauh dari Pos 1, kami mendapatkan tempat untuk mendirikan tenda yang cukup nyaman. Setelah kondisi Ana dan Ita membaik, Andre, Ngek, Boncu, Erfan, dan Appe berdiskusi “apakah salah dua dari kita perlu berjalanan naik untuk mengejar teman-teman yang sudah berada di depan?”. Namun kami tidak mengamini hal itu. Terlalu beresiko untuk berjalan (terpisah dari rombongan) di tengah cuaca yang sedang buruk seperti itu. Ditambah lagi energi kami yang sudah cukup terkuras. Kami pun memutuskan untuk beristirahat dan menyiapkan fisik untuk esok, dengan harapan teman-teman yang lain dalam kondisi baik-baik saja.

Pukul 06.30 kami bangun untuk membuat roti dan sosis bakar. Karena hanya roti, kacang, coklat, dan sosis (pemberian Ranger) yang kami bawa. Sisanya, semua logistik dan sebagian persediaan air minum dibawa oleh teman-teman lainnya yang terpisah. Sembari mengisi perut, kami kembali berdiskusi, apakah Ana dan Ita masih mau melanjutkan pendakian?.

Setelah selesai sarapan, Ana dan Ita memutuskan untuk turun ke basecamp, ditemani Erfan. Kami pun merapikan tenda, dan membagi logistik yang tersisa. Kala itu, makanan dan air minum sangat terbatas. Coklat yang tersisa kami berikan Ana, Ita, dan Erfan yang hendak turun. Sedangkan kacang kulit dan sosis yang tersisa dibawa Andre, Appe, Boncu, dan Ngek untuk bekal menyusul kawan-kawan yang lain di atas. Sedangkan air minum, Appe, Andre, Boncu, dan Ngek hanya membawa 1,5 liter air minum untuk melanjutkan pendakian.

Kami pun terpecah menjadi 3 kelompok. Pertama, kelompok yang tidak melanjutkan pendakian dan turun menuju ke basecamp yaitu Ana, Ita, dan Erfan. Yang kedua, kelompok yang sudah lebih dulu sampai di Pos Pemancar dan mendirikan tenda disana yaitu Aan, Oki, Bang Yut, Candra, Alda, Dwi, Ali, Henik, dan Sri. Dan kelompok yang terakhir adalah Andre, Appe, Boncu, dan Ngek yang dari semalam tidak tahu keberadaan kelompok yang sudah lebih dulu jauh di depan, dan masih melanjutkan pendakian dengan logistik yang terbatas.

Di tengah perjalanan, persediaan kelompok ketiga (Andre, Appe, Boncu, Ngek) mulai menipis. Mereka pun menukar beberapa sosis dengan air minum, saat bertemu dengan kelompok pendaki di Pos 2. Kebetulan kelompok pendaki tersebut masih punya persediaan air minum yang cukup, dan kebetulan juga mereka hendak turun.


Setelah mendapat air minum yang cukup untuk melanjutkan pendakian, kelompok ketiga kembali berjalan dengan harapan segera bertemu dengan kelompok kedua (Aan, Oki, Bang Yut, Candra, Alda, Dwi, Ali, Henik, dan Sri) dengan kondisi baik-baik saja. Hari semakin siang dan tenaga juga semakin terkuras. Kelompok ketiga terus berjalan. Saat sampai di Pos 3, terlihat dari jauh dua buah tenda dengan warna yang familiar. Boncu kira itu adalah tenda dari teman-teman kelompok dua. Mereka pun menghampiri tenda tersebut dan memanggil nama dari teman-teman kelompok dua. Setelah mereka mendekat, ternyata itu bukan tenda dari kelompok dua.

Semangat dari kelompok tiga sempat drop. Karena tenaga semakin terkuras, dan logistik semakin menipis, mereka pun memutuskan untuk mendirikan tenda dan meninggalkan beberapa barang yang tidak diperlukan disitu—kemudian kembali berjalan. Hari mulai siang, dan trek dari Pos 3 menuju Pos Pemancar cukup menguras tenaga. Di tengah perjalanan menuju Pos Pemancar, mereka beristirahat sambil mengisi perut dengan sosis yang tersisa—hanya itu makanan yang mereka bawa. Namun, saat beristirahat, ada rombongan pendaki yang hendak meminjam kompor untuk memasak mie instan. Karena mereka kehabisan gas. Kelompok tiga pun mempersilahkan mereka memakainya, namun dengan agak malu-malu, kelompok tiga meminta mie instan juga karena mereka juga sedang dalam kondisi lapar.


Kelompok tiga dan rombongan pendaki dari Salatiga—yang hendak turun itu makan siang bersama. Disitu, kelompok tiga menanyakan apakah rombongan pendaki ini melihat kawan-kawan mereka (dengan ciri-ciri yang disebutkan). Rombongan pendaki itu pun mengakui melihat kelompok pendaki (dengan ciri-ciri yang disebutkan) berada di Pos Pemancar, dan dalam kondisi baik-baik saja. Kelompok tiga pun kembali bersemangat.

Namun disisi lain, kelompok kedua yang sudah dari tadi malam menunggu di Pos Pemancar merasa kawan-kawan di belakang tidak melanjutkan pendakian. Karena sampai pukul 10 belum juga mereka bertemu. Kelompok dua pun memutuskan untuk membongkar tenda dan turun.


Dan… kelompok dua dan tiga pun bertemu. Ditengah cuaca yang berkabut, kami kembali bertemu. Kami pun beristirahat, dan menceritakan tentang kejadian semalam dan kondisi Ana, Ita yang tidak memungkinkan untuk melanjutkan pendakian.Waktu terus berjalan, dan kabut mulai datang dan pergi. Disitu kami kembali berdiskusi. “Apakah lanjut (ke puncak)?”
Dan hanya lima orang yang memutuskan lanjut ke puncak. Andre, Appe Boncu, Ngek ditambah Bang Yut memutuskan untuk lanjut. Sedangkan yang lainnya memutuskan untuk menyusul Ana, Ita, dan Erfan ke basecamp.


Pukul 11.30 (kurang lebih) lima orang itu memulai perjalanan menuju ke puncak. Kabut tebal menyelimuti Merbabu kala mereka baru tiba di Pos Pemancar. Mereka pun beristirahat sembari memasak nasi di Pos Pemancar. Trek dari Pos Pemancar menuju ke Pos 5 di dominasi oleh bebatuan naik turun yang cukup terjal. Dari situ mereka ragu dengan persediaan air minum mereka. Bahkan Ngek dan Andre sempat turun di bekas kawah yang terletak di bawah Pos Pemancar, untuk mengecek apakah ada air yang layak untuk dikonsumsi. Karena jika harus turun ke jalur Wekas, tenaga mereka sudah terkuras. Namun air yang berada di sekitar kawah Merbabu (yang sudah tidak aktif) tidak layak untuk dikonsumsi.


Dengan persediaan air seadaanya, mereka memutuskan untuk melanjutkan perjalanan menuju Kentheng Songo—puncak tertinggi gunung Merbabu. Tenaga mereka sudah benar-benar terkuras. Sebelum sampai di puncak Kentheng Songo, mereka bertemu dengan kawan-kawan yang mendaki melalui jalur Thekelan, Mas Kris, Kepet, dan Kebling. Mereka sudah sudah lebih dulu sampai di puncak Kentheng Songo siang tadi. Karena mereka sudah dalam perjalanan turun, Andre, Appe, Boncu, Ngek, dan Bang Yut meminta sedikit air minum kepada Mas Kris, Kepet, dan Kebling. Setelah itu mereka langsung melanjutkan perjalanan menuju puncak. Karena hari sudah semakin senja, ditambah lagi awan hujan terlihat menggumpal dari kejauhan.


Dengan bersusah payah dan dibumbui drama-drama yang membuat kelompok kami ‘kocar-kacir’, Andre, Boncu, Appe, Ngek, dan Bang Yut dapat menginjakan kaki di puncak Kentheng Songo dengan membawa nama Cemara Miring untuk pertama kali. Berhiaskan jingga senja mereka menikmati momen di puncak Kentheng Songo. Walau tidak lama, mereka sangat menikmatinya. Mereka harus cepat-cepat turun jika tidak ingin berjumpa dengan hujan lagi. Dan juga, sangat berbahaya jika harus berjalan di tengah hujan dan gelap di trek bebatuan yang terjal. Target mereka, harus bisa sampai di Pos 3 dan merapika tenda sebelum malam tiba dan hujan turun.



Tenaga mereka sudah benar-benar terkuras saat tiba di Pos Bayangan 2. Rasa lapar dan haus yang sedari tadi menghampiri, sudah tidak bisa ditahan lagi. Karena persediaan air mereka sudah tidak cukup untuk memasak, mereka menyaring air di sebuah bak penampungan yang berukuran kecil, yang terletak di Pos Bayangan 2. Air yang tidak bersih itu mereka saring untuk digunakan memasak mie instan yang tersisa dan membuat minuman hangat. Setelah mengisi perut, tenaga mereka sedikit pulih dan perjalanan tinggal sedikit lagi.

Namun drama belum selesai. Belum lama mereka meninggalkan Pos Bayangan 2, mereka bertemu kelompok pendaki lain yang kondisinya hampir mirip seperti mereka. Kondisi fisik sudah lemah, persediaan air habis, dan logistik sangat menipis. Salah satu dari kelompok pendaki itu muntah-muntah—mungkin karena kondisi fisik yang sudah semakin lemah. Akhirnya, Ngek memberikan minuman hangat yang dia buat sewaktu beristirahat di Pos Bayangan 2. Juga memberikan obat-obatan untuk pertolongan pertama.

Pukul 12.15, mereka tiba di desa Cunthel. Dan ketika mereka telah masuk ke dalam basecamp Manggala, Cunthel, saat itu juga hujan turun dengan derasnya. Semesta sedang baik hati malam itu. Merbabu, kawan-kawan, dan semesta sangat luar biasa kala itu.

Komentar

  1. Yuk Merapat Best Betting Online Hanya Di AREATOTO
    Dalam 1 Userid Dapat Bermain Semua Permainan
    Yang Ada :
    TARUHAN BOLA - LIVE CASINO - SABUNG AYAM - TOGEL ONLINE ( Tanpa Batas Invest )
    Sekedar Nonton Bola ,
    Jika Tidak Pasang Taruhan , Mana Seru , Pasangkan Taruhan Anda Di areatoto
    Minimal Deposit Rp 20.000 Dan Withdraw Rp.50.000
    Proses Deposit Dan Withdraw ( EXPRES ) Super Cepat
    Anda Akan Di Layani Dengan Customer Service Yang Ramah
    Website Online 24Jam/Setiap Hariny

    BalasHapus
  2. Ebobet merupakan situs slot online via deposit pulsa aman dan terpercaya, Dengan menggunakan Satu User ID bisa bermain semua game dari Bola, Live Casino, Slot online, tembak ikan, poker, domino dan masih banyak yang lain.

    Sangat banyak bonus yang tersedia di ebobet di antaranya :
    Bonus yang tersedia saat ini
    Bonus new member Sportbook 100%
    Bonus new member Slot 100%
    Bonus new member Slot 50%
    Bonus new member ALL Game 20%
    Bonus Setiap hari 10%
    Bonus Setiap kali 3%
    Bonus mingguan Cashback 5%-10%
    Bonus Mingguan Rollingan Live Casino 1%
    Bonus bulanan sampai Ratusan Juta
    Bonus Referral
    Minimal deposit hanya 10ribu

    EBOBET juga menyediakan berbagai layanan transaksi deposit dan withdraw Bank Lokal terlengkap Indonesia seperti Bank BCA - Bank BNI46 - Bank BRI - Bank Mandiri - Bank Danamon - Bank Cimb Niaga, OVO, Deposit via Ovo. Deposit via Dana, Deposit via Go Pay, Telkomsel dan XL.

    Situs :EBOBET
    WA : +855967598801

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini